Seminar
Nasional : Puisi di Antara Tradisi dan Inovasi
Perayaan Puncak Hari
Puisi Indonesia pada tahun ini diselenggarakan tiga hari berturut-turut oleh
Yayasan Hari Puisi Indonesia, dimulai pada 18 Oktober 2019 di PDS HB Jassin
dengan mengadakan Seminar Nasional bertema Puisi di Antara Tradisi dan Inovasi.
Tampak hadir sejumlah sastrawan Indonesia, Penyair, Penulis, Mahasiswa, Pelajar
dan Umum mengikuti acara tersebut. Sementara untuk pembicara Yayasan Hari Puisi
Indonesia mengundang Maman S Mahayana, Abdul Hadi WM, Sutardji Calzoum Bachri,
Bastian Zulyeno, Riri Satria dan Sofyan RH Zaid selaku moderator.
Dalam pemaparannya,
Riri Satria yang juga Ketua Dewan Pengawas Yayasan Dapur Sastra Jakarta
memaparkan bagaimana era disrupsi juga menghampiri puisi. Era disrupsi
menciptakan perubahan seketika, dan mengacaukan sistem yang ada.
"Saat ini ada
sebuah teknologi yang tengah dikembangkan Google. Berbasis kecerdasan buatan,
Google membuat mesin pencipta puisi, " kata Satria.
Para peserta diskusi
terdiam, terhenyak. Riri pun berusaha menenangkan. "Puisi ciptaan mesin
tentu akan berbeda dengan ciptaan manusia. Puisi yang dibuat dengan mesin ini
tidak memiliki jiwa, bagian rasa yang identik dalam sebuah puisi tentu berbeda.
Semua yang dihasilkan dalam mesin hanya sebuah proses mekanistik tidak ada
proses jiwa," ucapnya.
Penjelasan Riri itu
berhasil menenangkan para pengunjung yang tadinya terlihat khawatir. Meski
begitu, Riri juga mengingatkan disrupsi yang melanda dunia sastra perlu
diantisipasi.
Sebab akan ada beberapa
tantangan di masa depan, mulai dari semakin terpolanya sebuah kreativitas
hingga akan munculnya puisi dengan gaya baru berupa visual maupun hypertext. "Kita harus jeli menilai
puisi apakah ini ciptaan manusia atau mesin? Akan semakin terpola sebuah
kreativitas bergeser menjadi mesin, serta bagaimana menyikapi puisi dengan gaya
baru seperti visual maupun hypertext. "
Kritikus Sastra Maman S
Mahayana yang juga Ketua Umum Yayasan Hari Puisi menambahkan, puisi Indonesia
yang khas dengan sejarah merupakan salah satu identitas yang tak bisa
terpisahkan dalam puisi indonesia. Ia pun menganggap disrupsi dalam puisi tidak
perlu dikhawatirkan. "Kesadaran sejarah dalam sebuah puisi menjadi sebuah
kekayaan bangsa Indonesia, menjadikan puisi Indonesia berbeda, " sebutnya.
Kegiatan Puncak
Perayaan HPI 2019 akan berlangsung mulai 18-20 Oktober 2019 di TIM. Beragam
acara akan digelar di sana. Maman mengatakan, pera-yaan HPI 2019 bertema,
"Puisi, digniti, dan intelektualisme." Maman ingin menegaskan pada
generasi saat ini bahwa puisi memiliki marwah.
Ketika Indonesia masih
bernama Nusantara, sambungnya, puisi merupakan karya seni bermarwah yang
menempatkan penyairnya sebagai sosok intelektual. Pun ketika kesultanan Islam
di abad ke-12 hingga 17, para pujangga menulis syair sebagai gengsi dan
reputasi sultan/raja.
Acara tersebut juga
diselingi dengan pembacaan puisi tamu undangan dan peserta yang hadiri yang
diarahkan oleh pembawa acara Arif Hasibuan. (18/10)