PENGANTAR BUKU
APA DAN SIAPA EDISI REVISI
APA DAN SIAPA EDISI REVISI
TENTANG SEBUAH
KOMITMEN: PENGANTAR EDISI REVISI
Penerbitan buku
Apa dan Siapa Penyair Indonesia (Jakarta: Yayasan Hari Puisi, 2017, xxviii +
675 halaman) yang peluncurannya diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki
menandai puncak perayaan Hari Puisi, 4 Oktober 2017, seketika mendapat
tanggapan dan reaksi yang beragam. Sebagian besar penyair kita, terutama mereka
yang tidak tinggal di Jakarta, menyambut antusias dengan berbagai komentar
positifnya. Sebagiannya lagi menyampaikan sejumlah saran dan usul ini-itu
dengan nada yang konstruktif. Ringkasnya: tujuan penerbitan dan harapan Tim
Editor buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (selanjutnya disingkat: ASPI) itu,
sebagian besarnya nyaris tercapai. Semua komentar dan tanggapan itu, tentu saja
sangat diperhatikan dan dicatat dengan seksama, karena kami menyadari, bahwa
buku itu mesti segera diperbaiki dan direvisi secara menyeluruh.
Di luar semua
tanggapan dan komentar positif itu, ada pula tanggapan negatif dengan segala
tudingan dan penilaian yang serbaminus. Ada yang berkomentar, bahwa penerbitan
buku itu merupakan proyek raksasa dengan dana yang berlimpah. Malahan ada pula
yang menuduh, bahwa para penyusunnya tunduk pada kepentingan sponsor atau
setidak-tidaknya, ada permainan politik sastra di sana. Tentu saja segala
komentar miring dan syakwasangka itu sama sekali tidak berdasar, karena
semata-mata mengandalkan konon kabarnya atau berangkat dari sikap apriori, jika
tidak dapat dikatakan negative thinking. Beberapa komentar yang pada dasarnya
lantaran kesalahpahaman itu, coba kami tanggapi dengan duka dan suka. Kami
percaya, segala komentar dan tanggapan itu, lebih didasari oleh kecintaan mereka
pada sastra, pada puisi.
Kritik lain
berkaitan dengan tugas editor dengan ko-editornya. Sebagian besar kritik yang
disampaikan itu menyangkut kekurangcermatan, ketergesa-gesaan, dan seterusnya
dan seterusnya. Segala kritik itu tentu saja kami catat dan kami perhatikan
dengan sangat serius. Atas segala kritik dan semangat untuk mengingatkan itu,
kami meyakininya sebagai kepedulian dan harapan ekspektasi mereka pada buku
ASPI. Untuk segala kritik dan pesan yang konstruktif, yang positif atau negatif
sekalipun, kami menyampaikan penghargaan yang tinggi dan terima kasih yang
mendalam. Semoga buku ASPI edisi revisi ini dapat memenuhi harapan banyak
pihak. Syukur-syukur dapat menggembirakan dan memberi kontribusi penting bagi
dunia kepenyairan Indonesia.
Perlu
disampaikan di sini: Tim Penyusun berusaha tetap pada komitmen awal, bahwa
penerbitan buku ASPI penting sebagai pencatatan dan pendataan biodata para
penyair kita yang tersebar di pelosok Tanah Air. Dengan kesadaran itu, entri
buku itu memasukkan siapa pun yang sejak lama berkiprah dalam dunia kepenyairan
atau mereka yang menerbitkan buku puisi, atau lagi, siapa pun yang namanya
layak dimasukkan sebagai entri buku ini. Jadi, apakah dia penyair maestro atau
penyair pendatang baru atau sekadar menulis puisi dan menerbitkan buku
puisinya, diperlakukan sebagai punya hak namanya dimasukkan sebagai entri buku
ini, berapa pun besar kecilnya sumbangan mereka pada perpuisian Indonesia.
Tidak soal. Sebab, tujuan yang terutama penyusunan buku ini tidak lain adalah
usaha pendokumentasian dan pendataan. Perkara kualitas, biarlah kami serahkan
sebagai urusan penilaian publik. Kami, Tim Penyusun, sekadar mencatat biodata
dan kiprah kepenyairannya.
Titik!
***
Dalam dunia
perbukuan, terbitnya edisi revisi untuk buku apa pun adalah hal yang lazim. Ia
bukan sesuatu yang istimewa dan luar biasa. Meskipun begitu, edisi revisi perlu
dilakukan—dan sebaiknya begitu— untuk menunjukkan sebuah perkembangan, baik
yang menyangkut pemikiran dan gagasan, maupun konteksnya dalam menyikapi
perubahan zaman yang mempengaruhi ilmu pengetahuan dan situasi sosial.
Buku-buku yang dalam waktu tertentu secara periodik diterbitkan edisi revisinya
adalah kamus, ensiklopedi atau buku sejenis itu yang memuat istilah, peristiwa,
tokoh, dan seterusnya.
Sekadar
contoh: Encyclopedia Americana atau Britannica dalam setiap periode tertentu,
mungkin 5—10 tahun sekali, akan dilakukan revisi. Webster’s Dictionary atau
Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara periodik akan mengalami revisi yang
terus-menerus sampai entah kapan. Buku-buku itu akan mengalami update tiada
henti, memasukkan entri terbaru yang tidak, belum (atau luput) tercatat pada
edisi sebelumnya. Sebelum terbit Kamus Besar Bahasa Indonesia, Poerwadarminta juga
melakukan hal yang sama atas kamusnya, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Revisi
adalah sebuah tuntutan bagi buku-buku yang memuat apa pun yang terus
berkembang.
Buku Leksikon
Kesusastraan Indonesia Modern yang disusun Pamusuk Eneste (Jakarta: Gramedia,
1982), seperti diakui penyusunnya, memperlihatkan kekurangan di sana-sini
dengan jumlah entri sebanyak 309 entri. Pada edisi berikutnya yang diterbitkan
Penerbit Djambatan (1990) ada penambahan entri sehingga membengkak jadi 582
entri. Di sana-sini informasi dan keterangannya juga ada perbaikan. Pada edisi
ketiga, selain judulnya berubah menjadi Buku Pintar Sastra Indonesia (Jakarta:
Penerbit Buku Kompas, 2001) penambahan entrinya hampir mencapai seratus persen,
sehingga memuat 1105 entri. Begitulah, perbaikan atau revisi untuk sebuah buku
semacam itu adalah hal yang lumrah, sangat lazim, dan sememangnya mesti begitu,
bahkan juga tuntutan agar ia tidak ketinggalan zaman.
Buku lain yang
menegaskan pentingnya revisi dilakukan Kurniawan Junaedhie. Ia menyusun sebuah
buku berjudul Ayat-Ayat Sastra: Kumpulan Kata-kata Berhikmah 200 Sastrawan
Indonesia (Jakarta: Kosa Kata Kita, 2013, v + 201 halaman). Pada edisi revisi
(2017), subjudul Kumpulan Kata-kata Berhikmah 200 Sastrawan Indonesia,
dihilangkan. Halamannya juga membengkak menjadi ix + 259 halaman. Di sana,
dalam buku itu, Kurniawan Junaedhie secara sadar sengaja menerbitkan edisi
revisi karena tuntutan perkembangan. Perubahan adalah keniscayaan, maka
diperlukan gerak perbaikan.
Buku ASPI ini
juga tak terhindarkan dari tuntutan itu. Tambahan pula, dalam buku yang terbit
sebelumnya, sejumlah entri beberapa bagiannya masih berupa data mentah.
Akibatnya, selain deskripsi biodata disusun secara tidak proporsional, juga
teknis penulisan yang berkaitan dengan konvensi naskah, tidak seragam. Harus
diakui, waktu yang sangat mendesak, jumlah entri yang dikirim lewat e-mail
begitu banyak—beberapa di antaranya ada yang mengirim biodatanya sampai
tiga-empat kali—, konten biodata yang dikirim melebihi jumlah yang ditentukan
(maksimal 400—500 kata), menyebabkan Tim Editor tidak punya banyak peluang
untuk melakukan: (1) penyeragaman model deskripsi, (2) pengeditan dan
penyuntingan, (3) pemeriksaan ulang untuk memilih dan memilah entri, (4) pengoreksian
secara menyeluruh, dan (5) pembacaan ulang keseluruhan entri secara lebih
cermat dan teliti.
Penerbitan buku
itu idealnya telah melewati proses yang tadi disebutkan. Tetapi mengingat
target peluncuran yang berkaitan dengan acara puncak perayaan Hari Puisi, 4
Oktober 2017, proses itu tidak sempat dilakukan. Maka, dapat dipahami jika buku
itu hadir ke sidang pembaca dengan sejumlah cacat. Mengingat adanya sejumlah
kesilapan dan kekurangan itu, sejak peluncurannya, segala persiapan untuk edisi
revisi sudah dilakukan. Itulah salah satu alasan pentingnya segera dilakukan
revisi. Setelah edisi revisi ini terbit, kelak dalam dua atau tiga tahun
sekali, Tim Editor mesti terus-menerus melakukan pemutakhiran data.
Semangat dan
subtansi edisi revisi berbeda dengan penerbitan cetak ulang. Cetak ulang
sekadar menerbitkan kembali buku yang terbit sebelumnya dengan isi yang sama.
Jadi, meskipun mungkin gambar jilidnya berbeda, keseluruhan isinya tetap sama.
Tidak ada perubahan konten; tidak ada penambahan, pengurangan atau perbaikan
isi buku. Namanya saja cetak ulang. Jadi ia mencetak dan menerbitkannya kembali
dengan isi yang sama, tanpa perubahan! Di sini, gagasan “Pengarang sudah Mati!”
tidak berlaku. Sebab, buku-buku sejenis kamus, leksikon, buku pintar, dan seterusnya
mengejar update, oleh karena itu, menghindar out of date. Mereka—buku-buku
itu—juga akan terus menyesuaikan diri mengikuti perkembangan.
Edisi
revisi—revision dari kata revise ‘meninjau kembali, mengubah, memperbaiki—
adalah penerbitan kembali buku dengan sejumlah perbaikan yang menyangkut
penambahan, pengurangan, dan penyuntingan buku yang terbit sebelumnya. Maka,
penerbitan buku edisi revisi mengisyaratkan adanya perbaikan menyeluruh;
menyempurnakan buku yang terbit sebelumnya. Jadi, publik yang akrab dengan
dunia perbukuan akan memahami proses dinamika kemajuan itu. Ia akan menghadapi
perubahan itu dengan sikap yang nyantai saja, sebab edisi revisi merupakan
kelaziman, hal yang biasa. Begitulah kodrat dunia yang senantiasa berubah dan
berkembang.
Apa artinya
edisi revisi bagi buku yang terbit sebelumnya? Nah, ini dia! Penerbitan buku
edisi revisi berarti ada yang hendak diperbaiki, disempurnakan, ditambah atau
dibenahi. Mungkin juga mengisyaratkan adanya yang tidak beres pada edisi
sebelumnya. Ketidakberesan
itu bisa saja menyangkut data, penyajian, kekuranglengkapan atau apa pun yang
berkaitan dengan isi buku. Ketika edisi revisi terbit, seketika edisi
sebelumnya diperlakukan sebagai pembanding, bukan sebagai rujukan yang sudah
selesai. Materi apa saja yang sudah diperbaiki, ditambahkan, dibuang atau
dihilangkan, dibenahi lagi—direvisi— dari buku yang terbit sebelumnya. Sebagai
bacaan, tentu saja buku yang terbit sebelumnya itu, dapat dimanfaatkan sebagai
sumber awal. Setelah itu, buku tersebut cukuplah disimpan baik-baik di rak
buku, dan sekali-kali dimanfaatkan sebagai rujukan awal, mengingat sudah
tersedia edisi revisi yang lebih baik—dan lebih lengkap— dari edisi sebelumnya.
Begitulah,
kehadiran edisi revisi tidak lain merupakan penyempurnaan edisi sebelumnya. Ia
menegaskan sebuah komitmen atas dinamika yang hidup: perubahan, pergerakan, dan
perkembangan. Kondrat jagat raya dan dunia dengan segala isinya, dinamika ilmu
pengetahuan dengan segala konsep siklus empirisnya, dan kehidupan umat manusia
yang terus laju ke depan adalah perubahan, pergerakan, dan perkembangan. Sebuah
keniscayaan yang tidak terbantahkan, seperti kita menerima kepastian matahari
akan terbit besok.
***
Dalam proses
melakukan revisi buku ASPI ini secara menyeluruh, ternyata juga dalam
praktiknya tidaklah berjalan mulus dan baik-baik saja. Kendala utamanya tidak
lain adalah perkara kesibukan. Nah, di antara berbagai kesibukan itulah, kami,
Tim Penyusun, tetap menjaga komitmen dan renjana (passion), bergerak dengan
segala kelelahan dan semangat yang kadang-kadang mulai redup. Untunglah, para
sahabat yang bertindak sebagai Tim Kurator di berbagai daerah, sangat memahami
problem yang kami hadapi. Merekalah yang sesungguhnya berperan penting dalam
terus menghidupkan semangat. Oleh karena itu, kami menyampaikan penghargaan
yang tinggi dan terima kasih yang mendalam pada Tim Kurator di daerah yang
rupanya tetap menyimpan kepercayaan dan harapan yang besar atas penerbitan
edisi revisi ini.
Problem lain
berkaitan dengan perkara teknis. Beberapa nama tidak ditemukan foto dan biodata
lengkapnya. Sejumlah penyair yang mengirimkan fotonya, resolusinya terlalu
rendah, sehingga gambarnya pecah atau berbayang. Berhadapan dengan perkara yang
demikian, kami tetap coba memasang fotonya, meski tidak begitu nyaman
dipandang. Apa boleh buat!
***
Buku Apa dan
Siapa Penyair Indonesia (xxxviii + 646 halaman, total 684 halaman) edisi revisi
ini disusun secara alfabetis, sebab cara itulah yang paling mudah dan aman.
Adapun isinya memuat 1638 entri nama dan biodata penyair dari seluruh wilayah
Indonesia yang dimulai dari Hamzah Fansuri (abad ke-17) sampai pertengahan
Desember 2018. Dalam edisi sebelumnya termuat 1278 entri dengan ketebalan buku
xxviii + 675 halaman (703 halaman). Timbul pertanyaan: mengapa ada penambahan
360 entri, jumlah halamannya malah berkurang 25 halaman? Itulah hasil sebuah
revisi. Dengan segala daya upaya, penyusun menyisir kembali nama-nama,
menghapus nama-nama yang tak begitu jelas kiprah dan karier kepenyairannya dan
sekaligus memasukkan nama-nama yang memang sepatutnya menjadi entri buku edisi
revisi ini. Pemuatan biodata yang bertele-tele dan ngelantur, dipangkas dan
diedit lagi lebih ringkas dan padat. Jadilah keseluruhan biodata itu lebih
proporsional.
Dalam
penelusuran nama-nama ke belakang, kami berjumpa dengan nama Aisyah Sulaiman,
cucu Raja Ali Haji yang diperkirakan lahir tahun 1869 atau 1870. Tokoh inilah,
sejauh pengamatan, tampil sebagai perempuan pertama yang secara sadar
menempatkan kepenyairan sebagai profesi. Sejumlah besar penyair yang
puisi-puisinya menghiasi majalah Pujangga Baru, kami sertakan juga meskipun
biodatanya sebagian tidak ditemukan. Jika melihat jumlah entri yang begitu
banyak dan rentang waktunya yang sangat panjang, dapat dipastikan, bahwa buku
Apa dan Siapa Penyair Indonesia merupakan buku pertama yang memuat nama dan
biodata penyair Indonesia yang paling lengkap dan representatif. Meskipun begitu, kami
sangat yakin, bahwa dalam kenyataannya, masih banyak nama yang tercecer,
terlewatkan atau belum terlacak. Nama-nama penyair pasca-Hamzah Fansuri,
misalnya, masih perlu pelacakan lebih lanjut.
Begitulah, kami
menyadari, bahwa ketika naskah edisi revisi ini berangkat ke penerbit, lalu
berlanjut ke percetakan, bermunculan buku-buku puisi baru, penyair baru, dan
entah siapa lagi yang menerbitkan buku puisi. Inilah salah satu problem yang
tidak dapat dihindari para penyusun buku yang menuntut update dan pemutakhiran
data. Senantiasa ada data yang tercecer, terlambat dimasukkan atau ketelingsut
lantaran tiada sengaja terlalaikan.
Hal
itu pula yang terjadi dalam penyusunan edisi revisi buku ASPI ini. Kami
mencermati, dalam setahun ini (2018), puluhan buku puisi terbit dan puluhan
nama penyair (baru) bermunculan. Data yang tercatat sebagai peserta Sayembara
Buku Puisi Yayasan Hari Puisi 2018, misalnya, ada sekitar 300-an buku puisi
karya sekitar 250 penyair, sebagian kecilnya belum sempat dimasukkan sebagai
entri buku ini. Tentu saja, nama-nama beserta buku-buku puisinya, sangat patut
dimasukkan sebagai entri buku ASPI. Oleh karena itu, nama dan karya mereka
sudah kami catat untuk menjadi entri edisi revisi berikutnya. Jika ada
nama-nama yang masih tercecer, luput dimasukkan sebagai entri, atau lantaran
kelalaian Tim Penyusun, apa boleh buat, tindakan itu bukanlah kesengajaan. Itu
merupakan hal wajar, lazim, dan biasa. Jadi, mohon dimaklumi saja dan bukalah
pintu maaf yang setulus-ikhlasnya.
Satu
hal yang membahagiakan kami adalah sambutan dan antusiasme publik penyair
(sastra) kita. Dukungan semangat, komentar yang membesarkan hati, tanggapan
teman-teman penyair di seluruh wilayah Indonesia, dan bantuan finansial
beberapa penyair Jakarta, sungguh makin meyakinkan kami, bahwa buku ini
sememangnya penting sebagai pendokumentasian dan pendataan dunia kepenyairan
kita. Untuk semua itu, kami mengucapkan terima kasih.
Dalam kesempatan
ini, sekali lagi, kami menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang
mendalam kepada semua pihak yang telah ikut membantu biaya penyusunan dan
penerbitan buku ini. Tanpa dorongan semangat dan bantuan mereka itu, tentulah
penyusunan dan penyelesaian naskah buku itu akan terus berhadapan dengan
keberlarutan yang entah sampai kapan akan selesai.
***
Buku ASPI edisi
revisi ini bukanlah kitab suci. Bukan pula sebagai alat legitimasi. Ia sekadar
buku yang memuat biodata penyair dan mereka yang berkiprah dalam dunia
kepenyairan Indonesia. Kami sangat yakin, akan ditemukan di sana-sini,
kekurangan dan kelemahan, di antara segala kelebihannya. Untuk edisi berikutnya,
tentu akan kami revisi. Begitulah!
Segalanya dalam proses menjadi. Semoga penerbitan buku Apa dan Siapa Penyair
Indonesia edisi revisi ini hadir lebih mustahak dan memberi manfaat bagi dunia
kepenyairan Indonesia!
Buku ini kami
persembahkan untuk kejayaan puisi Indonesia!
Bojonggede, 9 Desember 2018.
Editor:
Maman S Mahayana
Ko-editor:
Jimmy S. Johansyah
Nana Sastrawan
Sihar Ramses Simatupang
Sofyan RH. Zaid