Sejauh ekspresi manusia secara individu dan kolektifnya dihargai sebagai bentuk pengungkapan kebudayaan, maka pada saat itu martabat kemanusiaan sebagai agen kebudayaan akan mendapatkan tempatnya. Dalam konteks tersebut, sastra merupakan bentuk artikulasi bagi ekspresi kemanusiaan dengan segala memori kolektif yang dimilikinya. Tanpa bermaksud melebih-lebihkan, Sastra Timur Jawa berada dalam domain wilayah kebudayaan seperti itu.
Sastra Timur Jawa perlu dibaca dan dipahami sebagai bentuk artikulasi dan ekspresi tersebut. Ia tumbuh dalam situasi dan sejarah yang panjang. Ia tidak hadir pada masa kini semata. Ia hadir dalam sejarah panjang peristiwa kemanusiaan di tanah yang membentang di sepanjang ujung Timur Jawa ini.
Sastra Timur Jawa dengan demikian, ingin memberikan penegasan iktikad untuk menangkap dan merefleksikan geliat kebudayaan yang terjadi di bagian timur pulau Jawa. Sebuah geliat kebudayaan yang penting dicatat, tidak sekadar sebagai mozaik sejarah; melainkan sebagai penanda sejarah kebudayaan itu sendiri. Di ujung timur Jawa telah lama tumbuh dan berkembang suatu kreativitas dengan kekhasan khasanah kreatif sastranya, yang mampu menempuh jalan kebudayaannya sendiri.
Oleh karena itu, lokalitas dalam konteks tanah ini (baca: Timur Jawa) merupakan suatu kenyataan historis-kultural yang akan terus berproses dan bergerak sesuai dengan ruangnya. Seiring dengan hal itu, maka konstruksi identitas lokal merupakan sesuatu yang diniscayakan. Identitas lokal adalah bagian tidak terpisahkan dari ciri khas, khazanah atau repertoar kebudayaan yang dimilikinya.
Dalam konteks demikian, Sastra Timur Jawa tidak dapat dilepaskan dari konteks perkembangan sastra di Jawa Timur dan Nusantara. Terdapat relasi yang bersifat konjungtural antara perkembangan yang terjadi pada sastra Timur Jawa dengan perkembangan sastra di Jawa Timur, sekaligus perkembangan sastra di Nusantara dalam skala yang lebih luas. Oleh karena itu, eksistensi lokalitas yang dikonstruksi sedemikian rupa dalam perkembangan sastra Timur Jawa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan dan nafas sastra di Jawa Timur.
Melalui semarak Perayaan Hari Puisi Indonesia 2018 inilah kita mencoba lebih memaknai tentang perjumpaan, yang senyatanya di tanah ini, di ujung timur Jawa ini, kita semua telah diikat oleh jiwa dan gerak kebudayaan yang relatif sama. Suatu jiwa dan gerak kebudayaan yang akan dicatat dan menjadi penanda sejarahnya sendiri. Barangkali ini merupakan perayaan HPI pertama di Timur Jawa selama ini sehingga tema yang diusung adalah “Suara Sastra Timur Jawa”. Sebuah acara yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Literasi Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu, Universitas Jember.
Acara gratis dan terbuka untuk umum yanga akan digelar pada:
Tanggal : 12 Desember
Pukul: 19.00 WIB- Selesai
Tempat : OASE Cafe dan Literasi (Jl. Semeru Gg. Lembai Permai No. 1B Jember)
Acara akan diisi dengan pembacaan puisi, musikalisasi puisi, dan diskusi literasi bersama Akhmad Taufiq, Muhammad Iqbal Baraas, dan Sofyan RH. Zaid dengan moderator Siswanto.
Dalam acara ini juga akan digelar bazar buku sejumlah buku antologi puisi dan cerpen karya mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Jember, seperti karya mahasiswa angkatan 2017 berikut ini:
1. Cerita-cerita dari Negeri Hujan (Rp.45.000)
2. Rapuh, Hening, dan Bisu (Rp.55.000)
3. Api, Laut, dan Sepotong Kisah (Rp.55.000)
4. Kotak Kayu (Rp.50.000)
5. Musim yang Retak (Rp.40.000)
6. Haiku dan Hujan yang Terlambat (Rp.45.000)
Bagi yang tidak bisa hadir, bisa memesan buku ini secara daring melalui WA 085259332994 dengan batas PO 31 Desember 2018.
1. Cerita-cerita dari Negeri Hujan (Rp.45.000)
2. Rapuh, Hening, dan Bisu (Rp.55.000)
3. Api, Laut, dan Sepotong Kisah (Rp.55.000)
4. Kotak Kayu (Rp.50.000)
5. Musim yang Retak (Rp.40.000)
6. Haiku dan Hujan yang Terlambat (Rp.45.000)
Bagi yang tidak bisa hadir, bisa memesan buku ini secara daring melalui WA 085259332994 dengan batas PO 31 Desember 2018.
Mari hadir dan bergembira bersama puisi sambil mendengarkan suara sastra Timur Jawa itu.