Mukadimah
Jelas,
bukan kebetulan jika kita berhadapan dengan puisi yang terasa hendak
menumpahkan perasaan lewat sesuatu yang dekat dengan kehidupan. Manusia akrab
berkomunikasi dengan objek yang dituju, lantas rela mengaitkan sejarah hidupnya
dengan objek itu: sejarah, kebudayaan atau spiritualitas.
Demikianlah
Sungai Serayu di Banyumas jadi romantis lewat kisah cinta Sang Bima alias
Werkudara, tokoh Pandawa yang hatinya setegap tubuhnya. Menyukai seorang
perempuan lalu berucap "sira-ayu" yang bermakna "engkau-cantik"
sebagai latar nama Kali Serayu disebut juga Kali Lanang (: lelaki). Yanwi
Mudrikah lalu mengaitkannya dengan kisah percintaannya, berabad-abad kemudian.
Mitologi tentang Werkudara dan kisah Kali Lanang tetap memberikan pemahaman
kultural dan geografis tentang wayang yang melekat dalam kehidupan masyarakat
Jawa, khususnya Banyumas.
Sayangnya,
Mudrikah tak mengolah lebih mendalam lewat narasi atau diksi puitiknya yang
romantis tentang kisah cintanya. Bukan hanya menggali sosok Bima, juga proses
toponimi dan pemahaman filosofis masyarakat lokal di sana.
Muhammad
Lefand, lebih terasa mengutamakan perasaan dan menyematkannya pada sebuah
telaga yang ada di lingkungannya. Dia membuat tanda-tanda lalu menjadikan
lingkungannya sebagai penanda, sebagai penguat perasaan cinta yang
mengharubiru. Kita dapat merasakan, hati si aku lirik lebih dalam dari telaga
karena tak terukur, tenangnya hati lebih dari telaga, boat yang bisu
mengingatkan kita pada senyap dan lindap dalam puisi Chairil Anwar "ini
kali tak ada cinta, di antara kapal, tiang temali..."
Romantisisme
bernafas religiusitas justru tampak pada karya Sufyan
Abi Set. Sufyan mampu memadukan pengetahuannya pada dunia aksara
dan literasi Arab, pemahamannya pada huruf itu secara filosofis dan
memaknainya secara syahdu di ranah spiritualitas Islam. Bedanya pada Sufyan, dia menarik segala referensi itu ke dalam ruang
sajadah, pada dunia cintanya yang sufistik. Orang dapat saja menandai itu
sebagai cinta yang manusiawi atau yang Ilahiah, cinta pada seorang perempuan
namun religius atau bahkan cinta pada Ilahi, namun terasa sangat mendalam. Ia
berhasil menyelipkan perasaannya pada referensi yang dimilikinya.
Perhatikan
diksi "rindu ini nyaris utuh", "palung dada kudekap teguh",
"tegak alifku yang gagah" ...
antara metafora dan referensi terasa begitu hablur dan jumbuh...
Objek
atau referensi memang sumur yang kaya dan sejuk untuk digali dan airnya dapat
menghilangkan dahaga kita. Apalagi jika kita dapat meramunya, mengolah dan
memadukan antara perasaan dan keahlian teknis, juga menyelipkan trance dan
katarsis yang kita rasakan dan kita alami.
Yanwi
Mudrikah
KALI
LANANG
(Kali Serayu)
orang-orang menyebutmu kali lanang
: kali serayu
bukan karena “kemayu”
tetapi ada tokoh wayang
-bima, werkudara
yang ketika itu berucap “sira-ayu”
sewaktu melihat seorang wanita
berada di sungai itu
kali lanang,
sebagai penanda
kau dan aku
peristiwa demi peristiwa
antara realita dan imajinasi
kali lanang,
akan terus menjadi sejarah
di Banyumas
darmakradenan,
1 september 2018
Yanwi
Mudrikah, lahir di Ajibarang, Banyumas, 12 Agustus 1989. Puisi-puisinya
dipublikasikan di Solopos, Media
Indonesia, Jurnal Sajak, Indopos, Suara Pembaruan, Minggu Pagi, Majalah Mayara, Merapi, Banjarmasinpost,
Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Riau Pos, dan sejumlah media daring. Puisinya juga
tergabung dalam antologi puisi bersama, seperti Samudera Kata Matahari Cinta
(HPI, 2016), 216 Penyair Indonesia (2016), Di Bawah Sadar di Atas Sadar (2013), Cahaya Tarbiyah (2013), Indonesian Literary Collective (ILIC,
Jerman 2014); Senyuman Lembah Ijen, (2018),
Perempuan Memandang Dunia (2018), Menjemput
Rindu Di Taman Maluku (2018). Saat ini, tercatat sebagai Dosen Tamu di
Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Purwokerto, Jawa Tengah.
_______________
Sufyan Abi Zet
SENANDUNG I’RAB
Rafa’
pada wajahmu rindu ini nyaris utuh
sekian lembar harapan yang aku tulis setiap menjelang subuh
telah pula aku kabarkan pada langit yang teduh
di palung dadaku kudekap teguh.
Nashab
kemenangan adalah tegak alifku yang gagah
di sepanjang sejarah dan bentang sajadah
lorong-lorong kebenaran begitu jelas tertitah dan terarah.
Jar
kalau tiba-tiba datang badai dan halilintar
sedikit pun aku tak gentar.
Jazm
diamku adalah keabadian.
Sumenep, 2018
Sufyan
Abi Zet, lahir di Sumenep, 9 Juli 1985. Karyanya berupa puisi
dan esai dimuat di sejumlah media. Puisinya tergabung dalam buku puisi bersama,
seperti Senyuman Lembah Ijen (2018), Musafir Ilmu (2018), Wangian Kembang (2018), Brantas (2018), Kunanti di Kampar Kiri (2018),
Kepada Toean Dekker (2018). Saat ini mengabdi di SMKN 1 Sumenep sebagai
guru Administrasi Perkantoran dan aktif membina Forum Literasi SMK – IYAKA.
Selain itu, dia juga aktif di Pabengkon Sastra, Batuputih dan tinggal di Batuputih,
Sumenep.
_____________
Muhammad Lefand
TELAGA
ini
hati bukan telaga
dalamnya
tidak terukur
sebatas
mata memandang
perhatikan
pohon-pohon di
pinggir
telaga itu
tak
setenang hati
yang
selalu berdamai
dengan
rasa
telaga
yang jernih
lebih
jernih hati
meski
masih rahasia
senyuman
yang kaulihat
adalah
telaga yang tidak
mengalir
dengan
boat-boat yang
bisu
menyaksikan kenyataan
hati
tak pernah cemburu
senja
telah memerah
telaga
dan hati berjauhan
telaga
menyaksikan
senyumnya
hati
berdoa pada-Nya
Jember,
17-2-2017
Muhammad Lefand, lahir di Sumenep, 22 Februari 1989. Dia
dikenal sebagai ‘penyair pramuka’ oleh kawan-kawannya. Manuskrip puisinya Aku
Anak Indonesia (2013) meraih juara 3 pada lomba Sayembara Buku Pengayaan
Pusat Kurikulum dan Perbukuan (2013) kategori puisi anak. Tercatat sebagai
pendiri Forum Sastra Pendhalungan Jember, dan Forum Sastra Jember.
Puisi-puisinya dimuat sejumlah media massa, dan buku puisi bersama, seperti Darah
di Bumi Syuhada: Antologi Puisi Pemenang Lomba Cipta Puisi Bertema Mesir,
Palestina dan Rohingya (2013), Puisi buat Gusdur: Dari Dam Sengon ke
Jembatan Panengel ( 2013), Puisi Menolak Korupsi, dan lain-lain.
Buku puisi tunggalnya adalah Satu Kaca Dua Musim (2014), Jangan
Panggil Aku Penyair (2015) Revolusi Mental dan Estetika (2015),
Khotbah Reungan Tak Utuh Jarak dan Jagung (2016), serta Kronologi Imaji
(2017). Kini tinggal di Jember sebagai guru.